Banyak hal yang sempat luput dari pandangan. Banyak hal yang terkalahkan dari sebuah persaingan. Dan lebih banyak hal yang terlupakan dari sekedar kebahagiaan. Bahkan kematian, menjadi sebuah hal yang sempat tak terpikirkan.
Hey, kamu..
Sejauh mana kamu mengerti tentang kematian? Berani - beraninya kamu berkata bahwa kematian itu tak lebih dari hanya sebuah peristiwa terakhir dalam hidupmu.
"Lihat aku!! Tatap mataku!!! Dan coba ucapkan sekali lagi bahwa kau tak pernah takut mati!!!"
Kau bilang itu hanya sebuah proses. Kau ucapkan itu berulang kali saat kita bersama. Apa tak ada lagi pembahasan lebih menarik dibandingkan peristiwa terburuk yang harus dilalui saat kita merasakan kehilangan?
"Tolong jangan siksa aku dengan leluconmu. Aku tak butuh rasa kehilangan. Aku tak menginginkannya!!!"
Kau selalu bilang bahwa hanya ketulusan yang dapat dirasakan saat kita kehilangan. Bohong!!! Semua itu bohong!!! Karena hanya ada air mata yang akan menemani setiap waktu yang dilewati saat kehilangan itu hadir.
Kau bilang kau akan pergi. Kau ucapkan itu berulang kali saat kita bersama.
"Bayangkan jika aku lebih dulu pergi meninggalkanmu!!!"
Kau menatapku. Pandanganmu seakan berkata bahwa kau membenciku. Aku tak pernah suka dengan pandanganmu yang seperti itu. Aku hanya mampu menunduk, menahan setiap tetesan air mata dengan sekuat tenaga. Berharap ia tak akan menetes saat ini dan menjadikanku rapuh dihadapanmu. Tapi demi apapun itu, aku tak akan pernah siap untuk sebuah rasa kehilangan. Aku ingin menghabiskan waktu bersama - sama hingga kelak nanti warna rambut kita berubah menjadi putih. Tertawa berdua dan bercerita dikala senja mulai menyapa diujung balkon rumah.
"Apa kau tak pernah ingin menghabiskan waktu berdua bersamaku? Tolong jawab, jawab pertanyaanku!! Jangan pernah diam seperti itu"
Kebisuanmu menambah rasa sakit dan ketakutanku. Andai kau tau, betapa sakitnya hatiku saat mendengar ucapan dan nasihatmu. Seolah semua akan berakhir hari ini dan tak pernah terulang lagi. Tolong, bantu aku untuk bahagia bersamamu. Izinkan aku mengisi sisa hari - harimu dengan senyuman. Dengan kegilaan demi kegilaan yang kita miliki. Dengan keusilan kau dan aku.
"Aku takut, jika aku mati kau akan menangis. Berjanjilah bahwa saat aku pergi, tak akan pernah ada setetes pun air mata diwajahmu. Dan aku akan berjanji untuk tak pernah membahas kematianku lagi"
Ucapanmu yang parau dalam pandangan kosong yang seakan berusaha menembus apa yang ada didalam bumi. Seakan menjadi petir yang sangat kencang pada saat itu.
"Jahat!!! Kamu jahat!!! Bagaimana mungkin aku bisa tidak meneteskan setetespun air mata diwajahku. Sementara aku tau, aku tak akan pernah bisa lagi berbicara denganmu!! Kamu egois!!! Kamu jahat!!!"
Jangan paksa aku untuk berjanji tentang hal yang sangat mustahil bisa aku tepati. Coba mengertilah, bagaimana jika kau jadi aku.. Ya, kau jadi aku.. Dan aku, mungkin harus berpikir bagaimana rasanya jika menjadi kamu. Terasa disetiap waktu, kematian akan menjemput. Dipisahkan dengan orang - orang yang kau sayangi. Dan terlebih lagi sendiri dalam ruang waktu yang tak mungkin lagi dapat membuat kita bersama.
"Maafkan aku, maaf jika aku selalu memaksamu untuk memikirkan hatiku. Tak pernah terlintas ketika perasaanku menjadi kamu"
Rasanya ingin kupeluk tubuh yang kini ada disampingku. Ia terlihat tegar, ia selalu berusaha tersenyum. Namun entah kenapa setiap kali ia tersenyum, aku selalu ingin menangis. Entahlah, apapun itu aku tak pernah mau kehilanganmu. Aku hanya ingin waktu seperti ini berjalan perlahan. Berada diantara pepohonan, ditanah yang lapang, menatap langit yang dipenuhi bintang, dan terasa dekat dengan awan - awan. Kumohon, bolehkan waktu berhenti disini saja? Dalam sandaran bahu orang yang sangat kukasihi, dalam jarak yang tak lagi jauh dari langit, dan dalam hembusan udara yang cukup menusuk tulang. Malam ini aku hanya ingin membisikkan sesuatu padamu, AKU MENYAYANGIMU!
(y)
ReplyDelete