Seperti malam biasanya, aku menemani mereka bermain, tertawa bahkan sekali-kali aku nampak sedikit kesal atas akal yang mereka miliki. Tapi semua hanya sementara, kekesalanku berhasil mereka gantikan oleh kebahagiaan yang tak terhingga.
Malam itu nampaknya langit tengah berduka. Diteteskannyalah air mata yang bermula hanya tetesan kecil dan berubah menjadi aliran deras yang cukup menyejukkan bumi malam itu.
Aku dan mereka memutuskan untuk masuk kedalam kamar dan mencoba untuk memejamkan mata. Setelah meminum segelas susu, nampaknya mereka tak lantas merasa ngantuk. Banyak hal yang mereka lakukan, entah bermain, tertawa, bahkan hingga sedikit berebut sesuatu yang mungkin tak begitu berarti bagiku.
Entah mengapa, tetesan hujan malam ini sedikit menyentuh pintu hatiku. Lantunannya seakan menjadi irama yang mendayu dan menyesakkan dada. Ada perih disana. Entah perih atau luka, yang pasti aku merasa sendiri ditengah keramaian mereka.
Kutatatap wajah mereka dalam-dalam, bergantian. Kulihat senyuman diantara wajah mungilnya, bahagia.. seakan tak ada beban. Dan memang seharusnya seperti itu.
Tanpa sadar air mataku menetes. Sama seperti rintik hujan, tetes demi tetesnya kini menjelma bak anak sungai diwajahku. Lagi-lagi sesak itu bersarang disana. Dengan segera kupeluk mereka, dan mereka pun memelukku. Ada rasa yang tak biasa disana, seolah oksigen diruang itu tiba-tiba saja lenyap. Begitu sesak dan sangat membuatku sulit bernafas.
Apa yang terjadi, aku sendiri pun tak mengerti. Hanya saja rasa kesendirian itu mulai menyapa kembali. Seakan aku benar-benar sendiri, tanpa keluarga, tanpa teman, tanpa sahabat. Hanya mereka. Ya, hanya mereka yang kini memelukku dalam kepolosannya. Dalam pengertiannya bahwa semua akan selalu baik-baik saja.
Semakin erat aku memeluk mereka, maka semakin deras juga tetesan air mata diwajahku. Entah mengapa aku menangis begitu pilu. Seakan semua ini harus berakhir.
"Tuhan, Engkau boleh mengambil semuanya dariku. Teman, Senyumanku, atau mungkin Sahabat-sahabat terbaikku. Tapi aku mohon, jangan pernah ambil keluargaku, terutama mereka."
Entah apa yang akan terjadi jika mereka tiada. Senyumanku, yang bersumber dari mereka. Kebahagiaan batinku, yang berpusat pada mereka. Ah, tak pernah kubayangkan dan takan pernah kuinginkan sesuatu terjadi pada mereka.
Merekalah nafasku, merekalah hidupku. Tanpa mereka, aku hanyalah seonggok daging tak berjiwa. Yang hanya bisa menatap semua dengan kekosongan dalam kehampaan yang ada. Tanpa mereka, tak ada artinyalah setiap nafas yang kuhirup dan kuhembuskan. Tanpa mereka, aku mati.
Tanpa sadar mereka memelukku lebih erat. Bahkan sangat erat, menciumku dan berkata "Maafin aku ya, kalo aku nakal".
Tanpa bisa kubendung, air mata itu meluncur bebas diwajahku. Tapi aku tau, dihadapan mereka aku harus selalu tersenyum. Karna air mata, hanya menjadi bagianku. Dan Bahagia, menjadi milik mereka. Selalu.. :)
No comments:
Post a Comment