"Lima belas menit lagi aku jemput yah"
Aku hanya bisa tersenyum kecil ketika membaca bbm darinya. Niko, laki - laki luar biasa yang hingga sampai detik ini selalu berhasil membuatku tertawa. Aku bergegas mengganti baju dan membereskan barang yang akan aku bawa nanti. Aku duduk disamping jendela kamarku, melihat jam dinding berwarna biru laut yang kubeli setahun lalu saat aku dan Niko tak sengaja mampir kesebuah toko buku. Pukul empat.
"Aku udah dibawah nih, turun dong. Kalo kamu masih lama, aku bisa kembung minum terus sirup buatan mama kamu yang enak ini"
Lagi - lagi, dia selalu bisa mengambil hati keluargaku. Aku bergegas turun dan membawa tas kecil yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi.
"Wah, kalo Niko yang datang aja pasti banyak makanan"
"Apa sih kamu, sirik aja. Masa sama mama sendiri cemburu." jawabnya cuek sambil menikmati cemilan yang dihidangkan ibuku.
"Sudah.. Sudah, kenapa kalo ketemu ga pernah akur sih? Udah sana jalan, keburu sore. Jangan malam - malam yah pulangnya Ko."
"Siap tante... Ayo well" ucapnya sambil menyambar tanganku. Mungkin lebih tepatnya menyeretku.
"Eh.. Eh.. Eh.. Kita mau kemana?"
"Udah, ikut aja.. Bawell"
Aku pun menurut saja apa yang ia ucapkan.
"Nih pake, kali ini kita naik motor. Aku lagi males nyetir mobil, macet" ucapnya sambil menyodorkan helm berwarna putih kepadaku.
Sepanjang perjalanan kami tak banyak bicara. Hanya sesekali aku bertanya dan dia pun menjawab seadanya. Pikiranku melayang entah kemana. Yang aku tahu, saat ini aku harus bersyukur telah memiliki seseorang yang sangat menyayangiku apa adanya.
"Woy, turun. Udah sampe niih"
"Pantai?" ucapku heran
"Iya, kenapa?" dia memandangku heran. Mengernyitkan dahinya dan kemudian berjalan meninggalkanku yang masih bingung karena tiba - tiba saja dia mengajakku ke pantai.
"Kenapa dia tiba - tiba ngajak gw ke pantai? Bukannya dia paling susah kalo gw ajak ke pantai? Selalu aja ada alasan buat nolak kalo pas gw ajak jalan ke pantai" pikirku dalam hati
"Mau sampai kapan diem disitu? Mau jaga parkiran?" Niko meneriakiku yang masih berdiri mematung diparkiran motor tempat dia memarkirkan motornya. Aku tertawa kecil lalu kemudian berlari untuk mengejarnya.
"Gimana? Udah cape ngejarnya?" dia menertawakanku yang mulai sulit mengatur nafas.
"Udah sini, sekali - kali kita duduk dipasir. Biar tau rasanya jadi kucing. Hahahaa"
"Apaan sih, ga lucu" ucapku masih dengan nafas yang terengah - engah.
Kami diam beberapa saat. Aku melihat jam ditangan kiriku. Pukul lima. Tepat dimana matahari mulai bersiap untuk masuk ke peraduannya. Ya, senja kali ini kulewatkan di pantai bersama orang yang sangat aku sayangi. Kutatap dalam - dalam langit yang membentang dihadapanku. Warna jingga yang selalu aku sukai. Pemandangan yang sering membuatku jatuh cinta.
"Kenapa kamu ngajak aku ke pantai? Bukannya kamu paling susah kalo aku ajak jalan ke pantai?" akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya padanya tentang alasannya membawaku kesini.
Ia tak menjawab. Ia hanya memandangku dengan tatapan yang lembut dan kemudian tersenyum.
Aku semakin bingung mengapa dia bisa melakukan hal ini? Bukankah dia dulu pernah bilang bahwa dia sangat tidak menyukai lautan? Bukankah dia bilang bahwa lautan telah memisahkan ayahnya dari kehidupannya. Lalu, kenapa sekarang tiba - tiba dia mengajakku ke pantai? Apa mungkin saat ini dia sedang rindu pada ayahnya?
"Jangan terlalu banyak menduga - duga, nanti kamu menyesal karena telah melewatkan senja terindah yang pernah kau bayangkan."
Aku tertegun mendengar ucapannya. Dan akhirnya aku menyadari, bahwa senja kali ini sangatlah berbeda. Matahari yang indah, lautan yang tenang, dan yang terpenting adalah Niko yang saat ini ada disampingku.
"Tuhan, aku sangat menyayangi laki - laki yang ada disampingku ini. Bisakah aku meminta pada-Mu tentang dia? Tolong, jangan pernah pisahkan kami dengan alasan apapun."
Aku menatap senja yang ada dihadapanku. Tak terasa air mataku menetes begitu saja. Ada rasa sesak, juga bahagia. Aku sendiri tak mengerti perasaan apa yang saat ini sedang kurasakan. Yang pasti, aku sangat - sangat takut kehilangannya.
Air mata yang menetes dengan segera kuseka sambil memalingkan wajahku agar Niko tak melihatnya. Tapi sayang, sepertinya usahaku terlambat. Ia memandangku lalu kemudian mengacak - acak rambutku. Ia tersenyum dan membaringkan tubuhnya diatas pasir.
"Ra.. Hal apa yang paling menakutkan bagimu?"
Aku bingung sekaligus kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkannya begitu saja.
"Apa maksudmu?"
"Dalam hidup, kita pasti punya rasa takut. Dan hal apa yang sangat membuatmu takut?"
"Aku.. Aku sangat takut kehilanganmu" ucapku sambil merebahkan tubuhku disampingnya.
Sesaat kami sama - sama terdiam. Sibuk dengan pemikiran kami masing - masing. Saat ini aku rasa kami benar - benar berada sangat dekat dengan laut. Bahkan kami bisa dengan jelas mendengar deburan ombak yang menghangam batu karang. Sekilas aku memandang kearahnya, tatapannya lurus menatap langit. Entah apa yang ia pikirkan, aku tak tahu.
"Ra, apa kau tahu bahwa aku sangat menyayangimu? Dan apa kamu pun tahu, bahwa aku sangat tak ingin melihatmu bersedih?"
"Koo.."
"Aku tak pernah sanggup melihat orang - orang yang aku sayangi meneteskan air mata didepanku. Aku merasa tak berguna ketika aku melihat mereka menangis dan aku tak dapat berbuat apa - apa. Apa kamu mengerti, kenapa aku selalu marah saat kamu menangis dihadapanku? Karena aku merasa gagal sebagai pasanganmu saat aku tahu ada air mata diwajahmu."
Ucapannya sangat datar, bahkan tanpa ekspresi. Tatapannya masih lurus menusuk langit. Namun hatiku, terasa hancur mendengar kata - katanya. Entah kenapa akhir - akhir ini aku menjadi lebih cengeng. Terutama ketika aku tahu, ada kanker yang bersarang didalam tubuhnya. Dan dia, bersikap seolah - olah tak ada apapun.
Aku memalingkan wajah kesebelah kiriku. Aku benar - benar ingin menangis sejadi - jadinya.
"Apa kamu tahu, alasan aku mengajakmu kesini? Aku tahu, kamu sangat menyukai senja. Dan tempat terindah untuk menikmati senja adalah disini, dipantai."
"Tapi Ko..."
"Ya, aku tahu. Pasti kau akan bertanya bukankah aku sangat tidak menyukai pantai? Jawabannya singkat, aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk orang yang aku sayangi. Aku tak ingin menjadi orang yang egois dengan harus membiarkan dirimu dengan harapan tentang kebahagiaan sederhana yang selalu kau ucapkan. Aku selalu ingat kata - katamu tentang sebuah kebahagiaan. Kau pernah bilang, bahwa kau akan sangat merasa bahagia ketika kita bisa sama - sama menikmati senja di pantai. Dengan waktu yang tak terduga dan juga dengan cara yang sederhana. Saat ini aku sedang berusaha mewujudkan mimpimu Ra, aku harap kau menyukainya. Tentang ketidaksukaanku pada pantai, itu tak perlu kau pikirkan lagi. Semua menjadi no sekian setelah aku berhasil membuatmu tersenyun secara sederhana."
Aku beranjak dari pembaringanku. Terduduk dihadapan matahari yang sudah mulai tak terlihat. Angin pantai yang memainkan rambutku menambah rasa perih dihatiku. Aku tak mengerti dengan perasaanku, seharusnya aku bahagia saat ini. Tapi entah mengapa hatiku menjadi semakin sakit ketika aku tahu ada seseorang yang sangat menyayangiku. Bukan karena aku tak ingin disayangi, karena aku sangat takut kehilangan kebahagiaanku bersamanya. Saat itu aku benar - benar menangis sejadi - jadinya. Niko yang mengetahui aku menangis dengan segera bangun dari tempatnya berbaring.
"Ra... Kamu baik - baik aja? Raa.. Ma.. Maafin aku kalo ada kata - kataku yang membuatmu menangis. Aku.. A.. Aku cuma beru..." belum selesai ia menyelesaikan kata - katanya, aku segera memeluknya dan menangis dipelukannya.
Niko mengusap rambutku yang panjang. Pelukannya cukup menenangkanku. Tapi entah kenapa hatiku rasanya masih terasa sangat sakit.
"Tuhan, aku mohon jangan ambil dia" doaku
"Rara.. Aku sangat menyayangimu, melebihi apapun yang kamu tahu tentang aku. Maaf jika aku sering marah tanpa alasan ketika kamu melakukan hal - hal konyol. Aku marah bukan karena aku membencimu, tetapi aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku tak pernah ingin sesuatu terjadi padamu. Tolong, jangan pernah berpikir buruk tentang sikapku. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik bagimu. Yaa.. Walaupun kadang aku tak mengerti bagaimana caranya untuk bisa mengungkapkannya padamu. Aku tak seperti lelaki lain yang bisa sesuka hati mengumbar kata - katanya dihadapan wanitanya. Kamu pasti tau, itu sangat sulit bagiku. Tapi yakinlah, aku akan selalu berusaha menghadirkan senyuman diwajahmu Ra."
Aku melepaskan pelukkanku. Kutatap wajahnya dalam - dalam. Ya, ini adalah wajah lelaki yang sangat aku sayangi dan juga begitu menyayangiku. Aku benar - benar beruntung bisa memilikinya. Tuhan, terimakasih jika Kau sudah menghadirkan malaikat yang sempurna untukku.
"Udah ah nangisnya, mata kamu jadi jelek gitu tuh. Tar pas pulang dikira aku kdrt sama kamu Ra" ucapnya sambil mencubit kedua pipiku
"Iihh... Emang dasar yah, ga pernah bisa romantis kamu"
"Sini.. Sini..." dia kemudian menggandengkan tangannya dipundakku, lalu kemudian menatapku dan mencium keningku.
"Udah ya, jangan nangis lagi. Aku paling ga bisa liat kamu nangis well."
"Iya jelleekk.. " ucapku manja sambil mencubit ujung hidungnya.
Dan setelah itu, kami berduapun berjalan bersama - sama ditepi pantai. Tanpa alas kaki, dan juga pastinya tanpa air mata..
No comments:
Post a Comment