Thursday 12 November 2015

Ini Bukan Cinta

"Haii... "
Rasanya ingin menyapamu dengan kata sederhana itu. Berbagi mentari dan bermain embun pagi diantara kicauan burung pipit. Menikmati segarnya udara yang telah disediakan Tuhan. Bersyukur bersama, lalu kemudian mulai menata apa yang akan lebih dulu menjadi prioritas.

Namun rasanya lebih baik kuurungkan. Bukan aku tak rindu, hanya saja terlalu pagi untuk mencoba masuk kedalam harimu. Aku tak ingin mengganggumu secepat ini. Tak ingin membuatmu sulit membagi waktu hanya karena beberapa ajakanku untuk menikmati pagi.

Aku kehabisan akal untuk mencari celah diantara rutinitasmu. Diantara bagian - bagian kesibukkanmu. Juga dalam beberapa daftar impianmu.

Aku memilih diam. Memperhatikanmu dari kejauhan. Dari tempatku berada saat ini. Memulai sesuatu yang kusebut waktu terindah.

Memahamimu menjadi sebuah pelajaran yang ingin aku ulang setiap waktunya. Membuatmu tertawa diantara kesibukkanmu adalah materi dasar dalam daftar pelajaranku.

Sederhana...
Aku hanya ingin menjadi alasanmu tertawa. Bahagia dalam setiap waktumu.

Tidak...
Aku tak akan menggeser posisi siapapun dihatimu. Aku pun tak akan membuatmu jatuh cinta padaku.

Aku hanya memerlukan sedikit ruang dihati dan pikiranmu. Membuatmu mengerti bahwa sahabat itu ada. Menjadikanmu tak sendiri, karena kita bersama. Dan berbagi mimpi, lalu mewujudkannya dengan saling menopang.

Sederhana bukan...
Sebuah keinginan yang tak pernah dapat terucap namun akan selalu ada dan nyata disetiap waktumu.


Teruntuk,
Sahabatku

Sunday 26 July 2015

Tanpa Judul ( Part 3 )

"Lima belas menit lagi aku jemput yah"

Aku hanya bisa tersenyum kecil ketika membaca bbm darinya. Niko, laki - laki luar biasa yang hingga sampai detik ini selalu berhasil membuatku tertawa. Aku bergegas mengganti baju dan membereskan barang yang akan aku bawa nanti. Aku duduk disamping jendela kamarku, melihat jam dinding berwarna biru laut yang kubeli setahun lalu saat aku dan Niko tak sengaja mampir kesebuah toko buku. Pukul empat.

"Aku udah dibawah nih, turun dong. Kalo kamu masih lama, aku bisa kembung minum terus sirup buatan mama kamu yang enak ini"

Lagi - lagi, dia selalu bisa mengambil hati keluargaku. Aku bergegas turun dan membawa tas kecil yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi.

"Wah, kalo Niko yang datang aja pasti banyak makanan"

"Apa sih kamu, sirik aja. Masa sama mama sendiri cemburu." jawabnya cuek sambil menikmati cemilan yang dihidangkan ibuku.

"Sudah.. Sudah, kenapa kalo ketemu ga pernah akur sih? Udah sana jalan, keburu sore. Jangan malam - malam yah pulangnya Ko."

"Siap tante... Ayo well" ucapnya sambil menyambar tanganku. Mungkin lebih tepatnya menyeretku.

"Eh.. Eh.. Eh.. Kita mau kemana?"

"Udah, ikut aja.. Bawell"

Aku pun menurut saja apa yang ia ucapkan.

"Nih pake, kali ini kita naik motor. Aku lagi males nyetir mobil, macet" ucapnya sambil menyodorkan helm berwarna putih kepadaku.

Sepanjang perjalanan kami tak banyak bicara. Hanya sesekali aku bertanya dan dia pun menjawab seadanya. Pikiranku melayang entah kemana. Yang aku tahu, saat ini aku harus bersyukur telah memiliki seseorang yang sangat menyayangiku apa adanya.

"Woy, turun. Udah sampe niih"

"Pantai?" ucapku heran

"Iya, kenapa?" dia memandangku heran. Mengernyitkan dahinya dan kemudian berjalan meninggalkanku yang masih bingung karena tiba - tiba saja dia mengajakku ke pantai.

"Kenapa dia tiba - tiba ngajak gw ke pantai? Bukannya dia paling susah kalo gw ajak ke pantai? Selalu aja ada alasan buat nolak kalo pas gw ajak jalan ke pantai" pikirku dalam hati

"Mau sampai kapan diem disitu? Mau jaga parkiran?" Niko meneriakiku yang masih berdiri mematung diparkiran motor tempat dia memarkirkan motornya. Aku tertawa kecil lalu kemudian berlari untuk mengejarnya.

"Gimana? Udah cape ngejarnya?" dia menertawakanku yang mulai sulit mengatur nafas.

"Udah sini, sekali - kali kita duduk dipasir. Biar tau rasanya jadi kucing. Hahahaa"

"Apaan sih, ga lucu" ucapku masih dengan nafas yang terengah - engah.

Kami diam beberapa saat. Aku melihat jam ditangan kiriku. Pukul lima. Tepat dimana matahari mulai bersiap untuk masuk ke peraduannya. Ya, senja kali ini kulewatkan di pantai bersama orang yang sangat aku sayangi. Kutatap dalam - dalam langit yang membentang dihadapanku. Warna jingga yang selalu aku sukai. Pemandangan yang sering membuatku jatuh cinta.

"Kenapa kamu ngajak aku ke pantai? Bukannya kamu paling susah kalo aku ajak jalan ke pantai?" akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya padanya tentang alasannya membawaku kesini.

Ia tak menjawab. Ia hanya memandangku dengan tatapan yang lembut dan kemudian tersenyum.

Aku semakin bingung mengapa dia bisa melakukan hal ini? Bukankah dia dulu pernah bilang bahwa dia sangat tidak menyukai lautan? Bukankah dia bilang bahwa lautan telah memisahkan ayahnya dari kehidupannya. Lalu, kenapa sekarang tiba - tiba dia mengajakku ke pantai? Apa mungkin saat ini dia sedang rindu pada ayahnya?

"Jangan terlalu banyak menduga - duga, nanti kamu menyesal karena telah melewatkan senja terindah yang pernah kau bayangkan."

Aku tertegun mendengar ucapannya. Dan akhirnya aku menyadari, bahwa senja kali ini sangatlah berbeda. Matahari yang indah, lautan yang tenang, dan yang terpenting adalah Niko yang saat ini ada disampingku.

"Tuhan, aku sangat menyayangi laki - laki yang ada disampingku ini. Bisakah aku meminta pada-Mu tentang dia? Tolong, jangan pernah pisahkan kami dengan alasan apapun."

Aku menatap senja yang ada dihadapanku. Tak terasa air mataku menetes begitu saja. Ada rasa sesak, juga bahagia. Aku sendiri tak mengerti perasaan apa yang saat ini sedang kurasakan. Yang pasti, aku sangat - sangat takut kehilangannya.

Air mata yang menetes dengan segera kuseka sambil memalingkan wajahku agar Niko tak melihatnya. Tapi sayang, sepertinya usahaku terlambat. Ia memandangku lalu kemudian mengacak - acak rambutku. Ia tersenyum dan membaringkan tubuhnya diatas pasir.

"Ra.. Hal apa yang paling menakutkan bagimu?"

Aku bingung sekaligus kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkannya begitu saja.

"Apa maksudmu?"

"Dalam hidup, kita pasti punya rasa takut. Dan hal apa yang sangat membuatmu takut?"

"Aku.. Aku sangat takut kehilanganmu" ucapku sambil merebahkan tubuhku disampingnya.

Sesaat kami sama - sama terdiam. Sibuk dengan pemikiran kami masing - masing. Saat ini aku rasa kami benar - benar berada sangat dekat dengan laut. Bahkan kami bisa dengan jelas mendengar deburan ombak yang menghangam batu karang. Sekilas aku memandang kearahnya, tatapannya lurus menatap langit. Entah apa yang ia pikirkan, aku tak tahu.

"Ra, apa kau tahu bahwa aku sangat menyayangimu? Dan apa kamu pun tahu, bahwa aku sangat tak ingin melihatmu bersedih?"

"Koo.."

"Aku tak pernah sanggup melihat orang - orang yang aku sayangi meneteskan air mata didepanku. Aku merasa tak berguna ketika aku melihat mereka menangis dan aku tak dapat berbuat apa - apa. Apa kamu mengerti, kenapa aku selalu marah saat kamu menangis dihadapanku? Karena aku merasa gagal sebagai pasanganmu saat aku tahu ada air mata diwajahmu."

Ucapannya sangat datar, bahkan tanpa ekspresi. Tatapannya masih lurus menusuk langit. Namun hatiku, terasa hancur mendengar kata - katanya. Entah kenapa akhir - akhir ini aku menjadi lebih cengeng. Terutama ketika aku tahu, ada kanker yang bersarang didalam tubuhnya. Dan dia, bersikap seolah - olah tak ada apapun.

Aku memalingkan wajah kesebelah kiriku. Aku benar - benar ingin menangis sejadi - jadinya.

"Apa kamu tahu, alasan aku mengajakmu kesini? Aku tahu, kamu sangat menyukai senja. Dan tempat terindah untuk menikmati senja adalah disini, dipantai."

"Tapi Ko..."

"Ya, aku tahu. Pasti kau akan bertanya bukankah aku sangat tidak menyukai pantai? Jawabannya singkat, aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk orang yang aku sayangi. Aku tak ingin menjadi orang yang egois dengan harus membiarkan dirimu dengan harapan tentang kebahagiaan sederhana yang selalu kau ucapkan. Aku selalu ingat kata - katamu tentang sebuah kebahagiaan. Kau pernah bilang, bahwa kau akan sangat merasa bahagia ketika kita bisa sama - sama menikmati senja di pantai. Dengan waktu yang tak terduga dan juga dengan cara yang sederhana. Saat ini aku sedang berusaha mewujudkan mimpimu Ra, aku harap kau menyukainya. Tentang ketidaksukaanku pada pantai, itu tak perlu kau pikirkan lagi. Semua menjadi no sekian setelah aku berhasil membuatmu tersenyun secara sederhana."

Aku beranjak dari pembaringanku. Terduduk dihadapan matahari yang sudah mulai tak terlihat. Angin pantai yang memainkan rambutku menambah rasa perih dihatiku. Aku tak mengerti dengan perasaanku, seharusnya aku bahagia saat ini. Tapi entah mengapa hatiku menjadi semakin sakit ketika aku tahu ada seseorang yang sangat menyayangiku. Bukan karena aku tak ingin disayangi, karena aku sangat takut kehilangan kebahagiaanku bersamanya. Saat itu aku benar - benar menangis sejadi - jadinya. Niko yang mengetahui aku menangis dengan segera bangun dari tempatnya berbaring.

"Ra... Kamu baik - baik aja? Raa.. Ma.. Maafin aku kalo ada kata - kataku yang membuatmu menangis. Aku.. A.. Aku cuma beru..." belum selesai ia menyelesaikan kata - katanya, aku segera memeluknya dan menangis dipelukannya.

Niko mengusap rambutku yang panjang. Pelukannya cukup menenangkanku. Tapi entah kenapa hatiku rasanya masih terasa sangat sakit.

"Tuhan, aku mohon jangan ambil dia" doaku

"Rara.. Aku sangat menyayangimu, melebihi apapun yang kamu tahu tentang aku. Maaf jika aku sering marah tanpa alasan ketika kamu melakukan hal - hal konyol. Aku marah bukan karena aku membencimu, tetapi aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku tak pernah ingin sesuatu terjadi padamu. Tolong, jangan pernah berpikir buruk tentang sikapku. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik bagimu. Yaa.. Walaupun kadang aku tak mengerti bagaimana caranya untuk bisa mengungkapkannya padamu. Aku tak seperti lelaki lain yang bisa sesuka hati mengumbar kata - katanya dihadapan wanitanya. Kamu pasti tau, itu sangat sulit bagiku. Tapi yakinlah, aku akan selalu berusaha menghadirkan senyuman diwajahmu Ra."

Aku melepaskan pelukkanku. Kutatap wajahnya dalam - dalam. Ya, ini adalah wajah lelaki yang sangat aku sayangi dan juga begitu menyayangiku. Aku benar - benar beruntung bisa memilikinya. Tuhan, terimakasih jika Kau sudah menghadirkan malaikat yang sempurna untukku.

"Udah ah nangisnya, mata kamu jadi jelek gitu tuh. Tar pas pulang dikira aku kdrt sama kamu Ra" ucapnya sambil mencubit kedua pipiku

"Iihh... Emang dasar yah, ga pernah bisa romantis kamu"

"Sini.. Sini..." dia kemudian menggandengkan tangannya dipundakku, lalu kemudian menatapku dan mencium keningku.

"Udah ya, jangan nangis lagi. Aku paling ga bisa liat kamu nangis well."

"Iya jelleekk.. " ucapku manja sambil mencubit ujung hidungnya.

Dan setelah itu, kami berduapun berjalan bersama - sama ditepi pantai. Tanpa alas kaki, dan juga pastinya tanpa air mata..

Tuesday 7 July 2015

Tanpa Judul ( Part 2 )

"Bagaimana jika aku mati?"

Sebuah kalimat yang memecahkan keheningan malam itu. Dengan spontan aku pun memandang kearahnya. Memalingkan wajahku yang pada awalnya asik dengan lukisan malam yang Tuhan ciptakan. Kutatap wajahnya dari samping. Tanpa ekspresi. Dingin, hampir sama dengan hembusan angin malam ini. Hening, dan kami pun kembali larut dalam angan dan pemikiran kami masing - masing.

"Bukankah semua orang pun akan mati?"

Aku tak mampu mengucapkan banyak kata selain kalimat itu. Rasanya ada tali kencang yang menjerat leherku. Disusul oleh rasa sesak nafas yang mungkin bisa saja membunuhku. Kupalingkan wajahku dari pandangan wajahnya. Menengadah kelangit, seakan - akan menikmati hamparan cahaya yang menciptakan sebuah keindahan dalam hamparan langit yang hitam pekat itu. Aku berusaha menikmati pemandangan malam ini, namun demi apapun itu aku berbohong. Sekuat tenaga aku menengadah kelangit, bukan untuk menikmati melainkan menahan sesuatu yang hendak mengalir dari pelupuk mataku. Entah kenapa aku merasa jadi manusia paling cengeng jika sudah membicarakan tentang kematian.

"Haha.. Ya, semua akan mati. Tapi tidak secepat aku"

Oke, kali ini aku menyerah. Ada sesuatu yang terasa hangat mengalir diwajahku. Aku menangis. Aku terdiam. Aku merasa sesak dan ingin berteriak. Namun sepertinya aku merasa membeku.

"Kumohon, jika aku mati nanti jangan pernah menangis seperti ini. Aku tak suka wanita yang cengeng."

Cukup!!! Aku mohon cukup!!! Rasanya ingin sekali aku berteriak sekencang mungkin untuk membuatnya diam dan tak pernah membicarakan hal ini lagi. Tapi kenyataannya, aku hanya mampu membisu. Menahan setiap tusukan yang timbul dari beberapa kalimat yang ia ucapkan.

"Apa boleh aku memohon?"

"Tentu saja, itu hakmu"

"Disisa waktumu, bolehkah kita lalui tanpa kalimat kematian?"

Kurasa kalimatku tak terdengar jelas olehnya, karena suaraku terlalu serak dan mendadak hilang saat ini. Ia hanya terdiam, sebelum kemudian berdiri dan berlutut dihadapanku. Ya, tepat dihadapanku dan memandangku dengan tatapan lembut. Tak ada yang ia ucapkan, ia hanya memandangku. Dalam dan lembut. Ingin rasanya kemudian aku menangis sekencang - kencangnya sambil memeluk tubuhnhya dan berteriak "Tolong, jangan tinggalkan aku"

"Hei, jangan menangis. Kemana perginya wonder womenku yang selalu bilang " Jadi cewe tuh harus tegar dan mandiri" ?"

Ia tersenyum, kemudian menyeka air mataku. Namun sayang, sikapnya itu bukannya membuatku berhenti menangis, melainkan mengundang ratusan tetes air mata yang sedari tadi sudah kubendung sekuat tenaga.

"Ka.. Kamu, kenapa tega bikin aku nangis gini sih?"

Aku tak mampu lagi menahan air mata yang mengalir diiringi isak tangis yang tak dapat kukendalikan. Ia hanya tersenyum kemudian memelukku. Mengusap - ngusap rambutku dan mencoba menenangkanku.

"Aku ga akan pergi kemana - mana kok. Aku akan selalu ada dihati, pikiran, doa dan setiap waktumu. Kumohon demi apapun itu, tolong berhentilah menangis dihadapanku. Setiap tetes air matamu, seperti cuka yang menyirami luka yang kucoba untuk kubur sedalam mungkin. Bagaimana bisa, aku membiarkan air mata itu terus mengalir mengiringi kepergianku ketempat terakhirku. Jika itu terjadi, kau sungguh jahat"

Semudah itu kah kamu bilang aku jahat, sementara kamu sendiri yang membuat aku menangis seperti ini. Apa kamu tahu tentang bagaimana rasanya kehilangan? Apa kamu mengerti tentang rasa takut ditinggalkan? Apa kamu paham, soal sebuah perasaan sesak yang menjalar begitu cepat kearea tubuh dan membuatnya terasa tak dapat bergerak? Apa kamu pernah mengalami semua yang saat ini sedang kualami? Jahat!!! Kamu hanya memikirkan perasaanmu saat kamu pergi!!! Tuhaann.. Tolong katakan padanya, pada seorang laki - laki yang saat ini tangannya sedang mengusap habis rambutku. Pada laki - laki yang selalu aku minta pada-Mu. Pada laki - laki yang aku inginkan kehadirannya hingga tutup usiaku. Tolong katakan padanya Tuhan, tolong bilang bahwa ia tak akan Kau panggil secepat ini.

Kami terdiam. Kembali terdiam tepatnya. Aku dapat dengan jelas mendengar degup jantungnya yang berdetak cukup kencang. Jika boleh aku meminta, cukup dia saja Tuhan yang Kau izonlan jadi orang terakhir dalam hidupku.

"Hei, jangan tidur. Aku masih harus mengantarmu pulang dulu sebelum papa kemudian menyidangku untuk menikahimu"

"Siapa yang tidur, hanya sedikit terlelap dan berharap tak bangun kembali"

Ia menatapku dalam dengan kerutan didahinya sebelum akhirnya ia melepaskan pelukannya. Ia kembali duduk disampingku, membuka jaket putih yang sedang dipakainya dan kemudian menyodorkanya padaku.

"Pakai ini, kita pulang sekarang"

Kurasa ini bukanlah ajakan, melainkan perintah. Aku tak berkutik, namun masih sibuk memandang tanah yang ada dihadapanku. Pikiranku masih menerawang, seakan ingin bertanya pada tanah yang ada dihadapan kami saat ini "mengapa terlalu cepat kau menawarkan diri untuk menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir?" rasa sesak kembali menjalar dalam tubuhku. Sendi - sendiku terasa lemas. Sekali lagi aku menatap wajah laki - laki yang saat ini berada disampingku. Aku ingin dialah yang terakhir kulihat saat aku menutup mata dan menjadi yang pertama saat aku kembali membuka mata. Dan saat ini, entah mengapa rasanya pandanganmu terasa buram. Sendi - sendiku terasa lemas. Kusenderkan kepalaku pada bahunya yang kekar, sebelum akhirnya aku tak tahu apalagi yang akan terjadi saat ini.

"Aku menyayangimu, demi apapun tolong jangan tinggalkan aku"

Kurasa itu adalah kalimat terakhir yang sanggup aku katakan sebelum akhirnya aku memutuskan untuk menutup mataku dan tertidur dalam keadaan menyender pada bahu orang yang teramat sangat aku sayangi.

Tuesday 30 June 2015

Tanpa Judul ( Part 1 )

Banyak hal yang sempat luput dari pandangan. Banyak hal yang terkalahkan dari sebuah persaingan. Dan lebih banyak hal yang terlupakan dari sekedar kebahagiaan. Bahkan kematian, menjadi sebuah hal yang sempat tak terpikirkan.

Hey, kamu..
Sejauh mana kamu mengerti tentang kematian? Berani - beraninya kamu berkata bahwa kematian itu tak lebih dari hanya sebuah peristiwa terakhir dalam hidupmu.

"Lihat aku!! Tatap mataku!!! Dan coba ucapkan sekali lagi bahwa kau tak pernah takut mati!!!"

Kau bilang itu hanya sebuah proses. Kau ucapkan itu berulang kali saat kita bersama. Apa tak ada lagi pembahasan lebih menarik dibandingkan peristiwa terburuk yang harus dilalui saat kita merasakan kehilangan?

"Tolong jangan siksa aku dengan leluconmu. Aku tak butuh rasa kehilangan. Aku tak menginginkannya!!!"

Kau selalu bilang bahwa hanya ketulusan yang dapat dirasakan saat kita kehilangan. Bohong!!! Semua itu bohong!!! Karena hanya ada air mata yang akan menemani setiap waktu yang dilewati saat kehilangan itu hadir.

Kau bilang kau akan pergi. Kau ucapkan itu berulang kali saat kita bersama.

"Bayangkan jika aku lebih dulu pergi meninggalkanmu!!!"

Kau menatapku. Pandanganmu seakan berkata bahwa kau membenciku. Aku tak pernah suka dengan pandanganmu yang seperti itu. Aku hanya mampu menunduk, menahan setiap tetesan air mata dengan sekuat tenaga. Berharap ia tak akan menetes saat ini dan menjadikanku rapuh dihadapanmu. Tapi demi apapun itu, aku tak akan pernah siap untuk sebuah rasa kehilangan. Aku ingin menghabiskan waktu bersama - sama hingga kelak nanti warna rambut kita berubah menjadi putih. Tertawa berdua dan bercerita dikala senja mulai menyapa diujung balkon rumah.

"Apa kau tak pernah ingin menghabiskan waktu berdua bersamaku? Tolong jawab, jawab pertanyaanku!! Jangan pernah diam seperti itu"

Kebisuanmu menambah rasa sakit dan ketakutanku. Andai kau tau, betapa sakitnya hatiku saat mendengar ucapan dan nasihatmu. Seolah semua akan berakhir hari ini dan tak pernah terulang lagi. Tolong, bantu aku untuk bahagia bersamamu. Izinkan aku mengisi sisa hari - harimu dengan senyuman. Dengan kegilaan demi kegilaan yang kita miliki. Dengan keusilan kau dan aku.

"Aku takut, jika aku mati kau akan menangis. Berjanjilah bahwa saat aku pergi, tak akan pernah ada setetes pun air mata diwajahmu. Dan aku akan berjanji untuk tak pernah membahas kematianku lagi"

Ucapanmu yang parau dalam pandangan kosong yang seakan berusaha menembus apa yang ada didalam bumi. Seakan menjadi petir yang sangat kencang pada saat itu.

"Jahat!!! Kamu jahat!!! Bagaimana mungkin aku bisa tidak meneteskan setetespun air mata diwajahku. Sementara aku tau, aku tak akan pernah bisa lagi berbicara denganmu!! Kamu egois!!! Kamu jahat!!!"

Jangan paksa aku untuk berjanji tentang hal yang sangat mustahil bisa aku tepati. Coba mengertilah, bagaimana jika kau jadi aku.. Ya, kau jadi aku.. Dan aku, mungkin harus berpikir bagaimana rasanya jika menjadi kamu. Terasa disetiap waktu, kematian akan menjemput. Dipisahkan dengan orang - orang yang kau sayangi. Dan terlebih lagi sendiri dalam ruang waktu yang tak mungkin lagi dapat membuat kita bersama.

"Maafkan aku, maaf jika aku selalu memaksamu untuk memikirkan hatiku. Tak pernah terlintas ketika perasaanku menjadi kamu"

Rasanya ingin kupeluk tubuh yang kini ada disampingku. Ia terlihat tegar, ia selalu berusaha tersenyum. Namun entah kenapa setiap kali ia tersenyum, aku selalu ingin menangis. Entahlah, apapun itu aku tak pernah mau kehilanganmu. Aku hanya ingin waktu seperti ini berjalan perlahan. Berada diantara pepohonan, ditanah yang lapang, menatap langit yang dipenuhi bintang, dan terasa dekat dengan awan - awan. Kumohon, bolehkan waktu berhenti disini saja? Dalam sandaran bahu orang yang sangat kukasihi, dalam jarak yang tak lagi jauh dari langit, dan dalam hembusan udara yang cukup menusuk tulang. Malam ini aku hanya ingin membisikkan sesuatu padamu, AKU MENYAYANGIMU!

Tuesday 10 March 2015

Cinta Sejati

Senandung cinta yang t'lah kau beri
Tak mungkin bisa terhapus waktu
Jadi lukisan dihidupku,
Indah dalam kenangan bersamamu

Jika memang kau bukan untukku
Kurelakan kau bersanding dengannya
Walau air mata jadi saksi
Luka hati melepasmu

Cintaku tak berakhir dalam tangisan
Ia hidup dalam lantunan doa
Yang terbaik demi bahagiamu
Kupanjatkan pada Ilahi

Kumohon Tuhan kabulkan inginku
Bahagiakanmu disisa waktuku
Jangan kulihat air mata
Cukup bahagia yang kau rasa

Bila saja waktuku t'lah habis
Izinkan aku mengucap cinta terakhir
Biarkan rasa mati terkubur bersama
Dalam doa dan lantunan kebahagiaan

Thursday 5 February 2015

Senja, Kutitipkan Salam Untuknya

Hai senja, apa kabarmu? Tahukah kamu, rasa sesak yang kini sedang bersarang didalam hatiku? Rasanya seperti tertimpa beban berat yang tak dapat kugeserkan sedikitpun.

Dia, datang dengan tiba-tiba. Menyapa lalu berbincang. Terbuka dan mulai bercerita. Ada duka disana, disetiap jeda kalimat yang tak ia tuntaskan. Ada keputusasaan, pada akhir kata yang ia ucapkan dengan perlahan. Aku mendengarnya, aku memperhatikannya. Hingga aku lupa, bahwa ternyata aku mulai mengasihinya.

Ada rasa khawatir didalam hatiku saat ia tak bersamaku. Ada rasa takut menyelimuti hatiku ketika ia tidak disisiku. Dan juga ada rasa kecewa, dikala ia memulai kata dalam kalimatnya yang membuatku merasa ada jarak yang sedang ia ciptakan diantara kami.

Senja, aku tak menuntut apapun darinya. Aku tak ingin mengambil apapun yang ia miliki. Cukup menjadi seseorang yang ia anggap ada dalam kehidupannya saja itu sudah cukup bagiku.

Apakah aku salah, jika aku mengkhawatirkannya? Atau apa aku keliru, jika aku mengasihinya? Entahlah, yang pasti aku tak menyukainya saat ia mulai melontarkan kalimat demi kalimat yang ia bangun untuk menciptakan jarak dan ruang diantara kami. Aku tak suka itu.

Senja, jika nanti ia memandangmu, tolong sampaikan padanya bahwa aku mengasihinya. Ceritakan juga tentang waktu yang ku habiskan bersamamu. Beritahu ia juga ketika namanya menjadi topik dalam satu perbincangan yang mengasikan denganmu.

Senja, kutitipkan salam hangat untuknya. Bisikkan pada telinganya, bahwa ada aku yang mengasihinya. Menginginkan kebaikan baginya dan berdoa demi kebahagiaannya.

Jika nanti Tuhan berkehendak lain, aku janji tak akan menyalahkannya. Aku janji, akan menjadikannya sosok yang terindah. Dalam hatiku, dalam pikiranku, dan juga dalam perjalanan hidupku. Sekarang, dan mungkin selamanya 😊

Monday 2 February 2015

Senjaku

Hai senja, apa kabarmu? Lama kita tak bersama. Menikmati goresan indah pada lembaran angkasa. Dan bermain dengan warna-warna cantik yang kau miliki.

Banyak waktu yang kulalui tanpamu, dan banyak cerita yang terlewatkan untuk kusampaikan padamu. Senja, tahukah kamu bahwa mereka sibuk datang dan pergi. Hadir, memberi kenyamanan lalu pergi tanpa permisi. Rasanya ingin berontak, tapi hati bertanya "Untuk apa?"

Kadang, aku rindu akan kebersamaan kita. Dikala kau menyapa sementara aku terlalu sibuk dengan kata yang terurai diantara layar hp ku. Dan kemudian kau menggoda dengan warna demi warna yang kau sajikan dihadapanku. Hingga akhirnya aku menyerah dan mengesampingkan rangkaian kata demi menikmati keindahanmu.

Senja, tahukah kau tentang dia yang kini sedang singgah? Dia yang tak kukenal sebelumnya. Dia yang dengan cepat sanggup menyelinap masuk diantara rasa yang selama ini kujaga dengan baik. Membuatku tertegun atas rasa yang entah apa namanya.

Ia hebat, karena sanggup merobohkan pertahananku. Egoku dihancurkannya dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan pintu yang dulu tertutup rapat, kini mulai memberikan celah untuknya.

Tapi aku tak ingin memaksanya masuk. Aku tak ingin ia datang dengan terpaksa. Aku hanya akan menunggu, hingga nanti dia sendirilah yang akan memutuskannya.

Senja.. Terimakasih untuk keindahanmu. Untuk banyaknya ceritaku yang kau tampung diantara warna indahmu. Aku yakin, mencintaimu dan mengasihinya bukanlah sesuatu yang sia-sia. Setidaknya untukku, untuk kita yang selalu menghabiskan senja bersama.

Sunday 1 February 2015

Satu Keputusan

Ketika sebuah kepercayaan mulai diuji oleh satu kesalahan. Dan ketika kecewa mulai menjadi satu-satunya alasan untuk mengakhiri sesuatu. Logika berkata "Tunggu apa lagi?" namun sayangnya terkadang hati menepis dan berbisik "Dia manusia dan kamu pun manusia"

Disaat malam mulai menggoda dengan berbagai tawaran tentang sesuatu yang lain. Dan waktu dihabiskan hanya untuk memikirkan suatu hal yang pada dasarnya bukanlah urusanmu. Kemudian bibir berucap dan air mata menetes dalam sebuah doa. Hening dan terlarut dalam peraduan.

Jalan yang kita cari terkadang ada didepan mata. Namun ketika logika dan hati saling berkata lain, maka setiap langkah akan menjadi sebuah proses yang membawamu pada sebuah kebimbangan. Tentang Hati atau Logika yang harus kamu menangkan. Tidak ada cara lain untuk mengambil sebuah keputusan selain berlutut dan berdoa.

Ia mendengar semua keluh kesahmu. Ia tau semua kegelisahanmu. Dan Ia bisa memberikanmu jalan keluar tanpa harus kamu relakan hati untuk sebuah luka bernama kecewa. Percayakan hidupmu kepada-Nya. Ia akan mengampuni semua kesalahanmu. Ia sanggup memulihkan setiap luka yang ada dihatimu. Satu-satunya hal yang harus kamu lakukan ialah menyerahkan Hati dan Hidupmu sepenuhnya kedalam tangan-Nya. Dan tetaplah hidup dalam Pengharapan juga Iman. Percayalah, Ia akan menyediakan apa yang kamu perlukan. Dan Ia akan menjadikan hidupmu jauh lebih berharga dari saat ini. Gbu